Breaking News

About

Kamis, 16 Februari 2017

PEMBIAYAAN PENGURUSAN HAJI

[Pengertian dan Latar Belakang]

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke lima, yang diwajibkan bagi tiap-tiap muslim yang mampu, baik secara jasmani, rohani maupun materi. Oleh karena itu umat Islam di seluruh penjuru dunia berbondong-bondong mendatangi Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji. Termasuk masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah Muslim dan tersebar dari sabang sampai merauke. Bagi kaum muslimin, kehadiran bank syariah adalah dapat memenuhi kebutuhannya, dan bagi masyarakat lainnya bank syariah adalah sebagai sebuah alternatif lembaga jasa keuangan disamping perbankan konvensional yang telah lama ada.
Salah satu produk pembiayaan perbankan syariah yang dibuka untuk melayani dan mempermudah banyaknya masyarakat Indonesia yang melaksanakan ibadah haji yaitu pembiayaan talangan haji atau pembiayaan pengurusan haji. Yaitu pembiayaan yang diberikan bank untuk nasabah dalam rangka pengurusan haji. Pembiayaan pengurusan haji merupakan fasilitas pembiayaan konsumtif yang ditujukan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pengurusan haji dan talangan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).


[Tujuan/Manfaat Pembiayaan Pengurusan Haji]
Bagi Bank, sebagai salah satu bentuk penyaluran dana.
Bagi Nasabah, mendapatkan pembiayaan untuk talangan dalam rangka pendaftaran ibadah haji.


[Fatwa DSN No: 29/DSN-MUI/VI/2002]
Ketentuan Umum:
  • Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000.
  • Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip alQardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
  • Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.
  • Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
  • Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.


[Akad dalam Pembiayaan Pengurusan Haji]

Pembiayaan talangan haji adalah fasilitas pembiayaan konsumtif yang ditujukan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan biaya setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang ditentukan oleh Departemen Agama, untuk mendapatkan nomor seat porsi haji dengan menggunakan akad Ijarah.
Pendapat lain menyatakan bahwa pembiyaan talangan haji adalah pinjaman (Qardh) dari bank Syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi (seat) haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji). Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah. Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa peminjaman dana talangan ini, bank Syariah memperoleh imbalan (fee/ujrah) yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.
Jadi bisa disimpulkan bahwasanya pembiayaan talangan haji adalah suatu bentuk fasilitas pinjaman dari bank kepada nasabah untuk melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dengan akad Qard dan Ijarah. Menurut fatwa DSN ijarah didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.



[Resiko Yang Dihadapi Oleh LKS Atas Pembiayaan Pengurusan Haji]

Risiko-risiko yang timbul dalam pembiayaan pengurusan haji pastilah ada. Terutama risiko yang ada pada akad qardh terhitung tinggi karena ia dianggap pembiayaan yang tidak dapat ditutup dengan jaminan. Untuk mengatasi resiko yang ada berdasarkan opini DPS Bank BRI Syariah tanggal 8 April 2009,nmenyebutkan bahwa:
Yang perlu diperhatikan oleh Bank adalah pengembalian/pelunasan pinjaman Dana Talangan Haji haruslah sebelum Nasabah berangkat menunaikan ibadah haji. Sehingga Nasabah tidak berhutang dana talangan saat menunaikan ibadah haji
Jika nasabah ingin melakukan pelunasan pinjaman dana talangan haji lebih cepat dari jatuh tempo, maka diperkenankan bank tidak mengembalikan ujrah yang sudah diperoleh, mengingat bank telah melakukan kerja/aktivitas mengurus perolehan booking seat. Dan ujrah tersebut sudah menjadi hak bank.
Pengenaan ujrah yang ditetapkan berdasarkan jangka waktu pinjaman diperkenankan, selama memang terdapat pekerjaan/ kegiatan/ pengurusan bank yang menjadikan bank dapat mengambil fee/ upah atas kegiatan/pengurusan tersebut.
Terkait dengan pinjaman talangan haji, sementara nasabah masih mempunyai pinjaman di bank lain dengan status kurang lancar, maka hal ini lebih kepada kebijakan bank dalam mengelola assetnya dan mengelola resiko dan bukan terkait masalah syariah.
Jika nasabah tidak sanggup membayar pinjaman pada saat jatuh tempo, dan ingin memperpanjang jangka waktu pinjaman, maka diperkenankan bagi bank untuk mengenakan biaya ganti rugi yang dihitung at cost dan ujrah untuk memonitor pembayaran pinjaman dan keberangkatan haji.
Untuk nasabah yang wanprestasi dan membatalkan keberangkatan hajinya, maka diperkenankan bagi bank untuk mengenakan:
Ganti rugi, yang harus dapat di define oleh bank dan disebutkan di awal akad dalam bentuk nilai maksimal ganti rugi (dituliskan nominal/numeric) karena biaya ganti rugi tetap harus at cost.
Ujrah dapat dikenakan oleh bank untuk pengurusan pembatalan keberangkatan Haji ke Departement Agama, baik jangka waktu diperpanjang maupun tidak diperpanjang.



[Sistem Akuntansi/ Pencatatan]

Pada pembiayaan pengurusan haji ini, sistem/pencatatan akuntansi terdapat pada Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) juga pada PSAK 107: Akuntansi Ijarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By