HAK ASASI MANUSIA (HAM)
ANTARA WACANA DAN REALITA
(Bahan Debat)
OLEH :
KELOMPOK 4
DEKI OKTA PINDRA
RIDHOI RUWANSYAH
WALES HERIADI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
LATAR BELAKANG
Bagi indonesia, wacana HAM masuk dengan indah kedalam benak-benak anak bangsa. HAM diterima, dipahami, dan diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan dan perkembangan sosio-politis yang berkembang. Dalam konteks reformasi, pemikiran kearah bentuk jaminan HAM yang lebih kokoh semakin mendapatkan momentumnya. Perubahan UUD 1945 adalah fakta sejarah sekaligus diyakini sebagai the starting point bagi penguatan demokrasi Indonesia yang berbasis perlindungan HAM.
Begitupun dalam tataran realitas, kemajuan normativitas HAM belum berjalan dengan maksimal. Pelanggaran HAM masih terjadi secara masif. Eforia reformasi menyisakan problematika tersendiri. HAM acap kali mengalami reduksi dan defiasi makna. HAM dipahami sebagai hak absolut tanpa mengindahkan pentingnya kehadiran kewajiban asasi manusia (KAM). Pendekatan ini tidak jarang menghasilkan upaya pemaksaan kehendak bertameng kepentingan dan kebaikan bersama. Pemaksaan kehendak acap kali berujung pada perilaku kekerasan. Sulit memahami bagaimana dorongan kuat untuk membela HAM ternyata mengandung perbuatan yang justru melanggar HAM itu sendiri.
HAM berubah menjadi “dua sisi dari sebuah mata pisau”. Pada satu sisi mengedepankan dimensi humanitas manusia, tetapi pada sisi lain HAM dipandang terlalu menakutkan bagi setiap orang terlebih bagi pengambil kebijakan, karena didalamnya sarat dengan hegemoni dan kooptasi.
Hak asasi sejatinya mengamini dimensi otoritas manusia sebagai makhluk hidup yang bermatabat, berubah menjadi HAM yang sarat dengan politisasi dankebohongan.
MACAM-MACAM PELANGGARAN HAM
1. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
a. Pembunuhan masal (genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).
b. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
2. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
a. Pemukulan
b. Penganiayaan
c. Pencemaran nama baik
d. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
e. Menghilangkan nyawa orang lain
KELOMPOK-KELOMPOK RENTAN PELANGGARAN HAM
1. ANAK-ANAK
Anak juga manusia dan karenanya menghormati hak asasi anak, sama halnya denganmenghormati hak asasi manusia (HAM).SMITH bahkan menguatkan bahwa secara sempurna, keseluruhan instrumen HAM internasional, justru berada pada “ jantung’’ hak-hak anak. Sayangnya, fakta masih menunjukkan, anak termasuk kedalam kelompok yang rentan terjadinya kekerasan.
Kerentanan ini terjadi sebagai akibat kelompok manusia ini diklaim sebagai manusia yang lemah. Usia dan faktor kematangan psikologis dan mental membuatnya kerap kali terpinggirkan dalam pengambilan kebijakan. Bahkan kebijakan menyangkut dirinya saja, komunitas anak teralienasi dari kepentingan terbesar terhadap dirinya.
Konflik di sebuah daerah misalnya, adalah bentuk arogansi kaum dewasa yang berimplikasi negatif kepada nasib dan masa depan anak. Dalam beragam kasus perang, bencana alam dan ekologis misalnya, hal serupa justru secara masif terjadi. Pasal 59 UUNO23 tahun 2002, telah menyatakan bahwa kondisi yang demikian ini meniscayakan adanya perlindungan khusus bagi anak. Namun, sayangnya hal ini belum dilakukan secara maksimal. Komunitas anak nyaris terlantar dan terabaikan.
MASA DEPAN KOMUNITAS ANAK
Perlindungan anak merupakan upaya penting dan segera harus dilakukan. Tidak ada kata yang tepat selain menyatakan bahwa anak adalah hal terpenting dalam membangun investasi terbesar peradaban suatu bangsa. Sebab apabila fenomena berbagai bentuk kekerasan terus menimpa kaum anak, bukan tidak mungkin ketika mereka mencapai usia dewasa, mereka akan menjadi penyumbang kejahatan terbesar disebuah negara.
Dalam kondisi terburuk seperti peperangaan, dan konflik bersenjata, komonitas anak acap kali dipersenjatai bahkan tidak jarang, mereka menjadi martir untuk kepentingan politik tertentu. Kondisi inilah yang secara langsung berimplikasi terhadap nasib buruk menipa komunitas anak. Masyarakat internasional telah menetapkan larangan perlibatan anak dalam konfllik bersenjata. Hal ini tidak lain adalah untuk tetap menjamin perlindungan hak-hak anak dalm kondisi apapun.
Walaupun demikian, kepedulian dan tanggung jawab kaum dewasa ternyata masih memperhatikan. Padahal pemerintah masyarak dan keluarga adalah penyumbang terbesar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan menuju masa depan anak indonesia yang lebih baik.
2. PEREMPUAN
Sekalipun perempuan diakui memberikan kontribusi yang besar dalam sejarah eksistensi umat manusia, dalam realitasnya perempuan acap kali menjadi korban kekerasan politik marjinalisasi terhadap perempuan mencerminkan sikap ambifallensi terhadap makhluk manusia bernama perempuan.
Dalam setiap masyarakat dan lingkungan kegiatan, perempuan acap kali menjadi korban ketidakadilan dalam hukum maupun pergaulan sosial.keadaan ini disebabkan bahkan diperburuk oleh adanya persepsi salah dilingkungan keluarga, masyarakat dan negara. Walaupun sebab dan akubatnya berbeda dengan konteksnya antara setiap negara, diskrimanasi terhafap perempuan dirasakan terjadi secara masif.
KRITIK TERHADAP HAM
Ada dua hal penting yang terkait dengan hakikat HAM. Pertama adalah landasan HAM dan kedua adalah 4 hal pokok dalam HAM. Mencermati dua hal tersebut, pastilah dapat disimpulkan bahwa HAM tidak sesuai Islam.
Landasan HAM adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) di mana yang dimaksudkan dengan sekularisme adalah tidak ada yang berasal dari sekularisme, termasuk HAM, berkaitan dengan Tuhan atau hukum Tuhan sebab prinsip sekularisme adalah Tuhan dan segala hal yang bersifar ilahiyah tidak memiliki hak menentukan pandangan tentang manusia ataupun apa yang menjadi tugas manusia. Dengan demikian, konsep HAM bukan ilmu pengetahuan yang universal sebagaimana matematika, kedokteran, dan lain sebagainya. Bahkan konsep HAM terletak pada direktori ilmu peradaban yang terkait langsung dengan akidah, syariat, bahasa, sejarah, dan peradilan sekularisme. Hal itu juga menunjukkan bahwa konsep HAM bukan berasal dari Islam.
Adapun 4 hak pokok yang menjadi inti pemikiran HAM adalah kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan pemilikan dan kebebasan berperilaku. Mencermati keempatnya terlihat bahwa di dalamnya terdapat perbedaan dengan ajaran agama Islam. yaitu:
Landasan HAM adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) di mana yang dimaksudkan dengan sekularisme adalah tidak ada yang berasal dari sekularisme, termasuk HAM, berkaitan dengan Tuhan atau hukum Tuhan sebab prinsip sekularisme adalah Tuhan dan segala hal yang bersifar ilahiyah tidak memiliki hak menentukan pandangan tentang manusia ataupun apa yang menjadi tugas manusia. Dengan demikian, konsep HAM bukan ilmu pengetahuan yang universal sebagaimana matematika, kedokteran, dan lain sebagainya. Bahkan konsep HAM terletak pada direktori ilmu peradaban yang terkait langsung dengan akidah, syariat, bahasa, sejarah, dan peradilan sekularisme. Hal itu juga menunjukkan bahwa konsep HAM bukan berasal dari Islam.
Adapun 4 hak pokok yang menjadi inti pemikiran HAM adalah kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan pemilikan dan kebebasan berperilaku. Mencermati keempatnya terlihat bahwa di dalamnya terdapat perbedaan dengan ajaran agama Islam. yaitu:
1. Kebebasan beragama
Menurut HAM memiliki dua makna yaitu pertama bebas menganut agama apapun karena semua agama sama benarnya dalam ibadah kepada Allah SWT dan kedua bebas berpindah-pindah agama. Kebebasan beragama dalam makna yang pertama tidak sesuai ajaran agama Islam. Agama yang diridloi oleh Allah SWT hanyalah agama Islam di mana agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan mengajarkan manusia untuk menyembah kepada Allah SWT dan menjalani kehidupan secara islami.
Memang umat Islam tidak boleh memaksa umat lain untuk memeluk agama Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 256: “Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama (Islam)”. Namun hal ini bukan berarti semua agama sama benarnya. Yang benar adalah agama Islam, agama yang lain salah, namun untuk mengajak kepada agama Islam yang benar ini, umat Islam tidak boleh memaksa umat lain.
Berkaitan dengan makna yang kedua, kebebasan beragama berarti adalah kebebasan berpindah-pindah agama juga tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Seorang muslim harus berdasarkan kemantaban beragama Islam. Jika setelah itu, murtad maka hakim akan memanggilnya dan membuktikan bahwa orang tersebut murtad. Selanjutnya sang hakim akan mengajak orang tersebut untuk kembali ke jalan yang lurus, yaitu memeluk agama Islam. Kalau menolak, hakim akan memberikan hukuman maksimal pada orang tersebut, sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “Siapa saja yang mengganti agamanya (Islam) maka bunuhlah ia “ (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Ashabus Sunah)
2. Kebebasan berpendapat
Dalam pandangan HAM adalah kebebasan bagi setiap orang untuk menyatakan pendapat apa saja di segala bidang dan segala persoalan tanpa terikat dengan batasan apapun juga. Termasuk juga fitnah memfitnah menjadi bagian dari kebebasan berpendapat. Berbagai media masa memberitakan ‘aurat’ orang lain tanpa ada kejelasan benar atau salah yang menjurus kepada fitnah, yang penting memberitakan juga imbangannya. Banyak jaksa menuduh terdakwa secara sembarangan tanpa ada bukti yang kuat, seolah-olah menuduh tanpa terbukti bukan menjadi suatu masalah sebab jaksa mengemban tugas negara. Kebebasan berpendapat seperti itu tidak mendapat tempat dalam Islam. Memfitnah orang lain, di manapun tempatnya, di media masa atau di masjid, siapapun orangnya orang biasa atau jaksa, adalah perbuatan kriminal yang kalau terbukti akan dihukum setimpal oleh hakim.
Kebebasan berpendapat dalam pandangan HAM mencakup juga kebebasan berpendapat berdasar ideologi dan agama non Islam dan menyebarkannya. Kebebasan seperti ini juga tidak mendapatkan tempat dalam ajaran Islam. Tidak boleh berpendapat dan menyebarkan agama dan ideologi selain Islam.
Terkadang dalam mengaspirasikan pendapatnya, masyarakat sering berlebihan dan lepas kontrol serta keluar dari jalur yang benar, hal itu terwujud seperti pada saat demonstrasi yang berujung dengan aksi anarki
3. Kebebasan Pemilikan
Mempunyai arti bahwa seorang individu boleh memiliki harta apa saja baik harta individu maupun harta umum. Padahal dalam ajaran Islam mengatur pemilikan Islam menjadi pemilikan individu, pemilikan umum dan pemilikan negara. Individu maupun negara tidak boleh memiliki harta milik umum.
4. Kebebasan Berperilaku
Dalam HAM menekankan bahwa setiap orang berhak menjalani kehidupan sesuai kehendaknya. Padahal dalam ajaran Islam, Sstiap muslim harus berbuat dalam masalah ibadah dan muamalah sesuai dengan ajaran agama Islam. Allah SWT berfirman dalam surat Al Muddatstsir ayat 38 “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya”.
HAM DAN HUKUMAN MATI
Perlu diketahui oleh kita bersama terlebih dahulu fungsi dilakukannya hukuman adalah sebagai alat untuk memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman sehingga terwujudnya rasa kesejahteraan dan keamanan bagi masyarkat.
Percumalah aturan dibuat bila tidak ada sanksi yang diterapkan bila aturan itu dilanggar karena tidak ada efek jera atau pengaruh bagi si pelanggar aturan tersebut. Sehingga kami sangatlah yakin kalau hukuman mati itu sangat diperlukan karena selain dapat memberi efek cegah dan rasa takut bagi orang lain untuk tidak melakukannya pelanggaran. Dan juga dapat memberikan rasa aman dan terlindung bagi setiap orang. sesuai dengan Pasal 28 G UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak atas perlindungan. Bagaimana mungkin rasa aman & terlindung itu dapat terjadi, bila si pelaku kejatahan tersebut masih diberi kesempatan di dunia ini.
Dalam hal yang seperti ini asas kepentingan umum sangat harus ditegakan menyampingkan kepentingan khusus atau pribadi. logikanya seperti ini bila 1000 (seribu) Orang terancam nyawanya karena hanya seorang teroris melakukan tindak kejahatan terorisme untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Dan sekarang apakah Anda rela akan tetap berpendapat kalau 1000 orang yang terancam nyawanya tadi meninggal sia-sia tanpa tau kesalahannya demi hanya mementingkan kepentingan khusus untuk menyelamatkan nyawa si teroris tersebut?
Hukuman mati tidak bertentangan dengan hak untuk hidup yang dijamin oleh UUD 1945, karena konstitusi Indonesia tidak menganut asas kemutlakan hak asasi manusia (HAM).
Hak asasi yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A hingga 28I Bab XA UUD 1945, dibatasi oleh pasal 28J, bahwa hak asasi seseorang digunakan dengan harus menghargai dan menghormati hak azasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial.
Pandangan konstitusi itu, ditegaskan juga oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga menyatakan pembatasan hak asasi seseorang dengan adanya hak orang lain demi ketertiban umum.
Pandangan konstitusi itu, ditegaskan juga oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga menyatakan pembatasan hak asasi seseorang dengan adanya hak orang lain demi ketertiban umum.